Naskah Drama. Mulai dari Nol 10 Orang Pemain "mumusweb.Blogspot.co.id" Di tengah padatnya perkampungan di pinggir kota, tersimpan sebuah rumah kecil yang temboknya terbuat dari anyaman bambu dan digerogoti ribuan rayap - rayap kecil. Atap yang sudah bolong di sana sini yang sanggup untuk menghalau teriknya Sang Raja Siang dan menghalau dinginnya terpaan air hujan. Dalam rumah yang sesak dan pengap itu tinggallah seorang penjual seblak Bandung bersama istri dan satu putranya.
Naskah Drama 10 Orang Pemain
Judul : Mulai Dari Nol
Penulis Widya Mustika Melati
Penulis Widya Mustika Melati
SMK 2 N KOTA CIREBON
XI Perbankan 2
XI Perbankan 2
Pemain :
- Astin (Ibu Rio)
- Rio
- Dendi
- Rudi (Ayah Rio)
- Redo (Saudara Kembar Rudi)
- Dodi (Karyawan Warung Siomay)
- Rendi (Karyawan Warung Siomay)
- Ibu Tari (Pelanggan)
- Sinta (Istri Rio)
- Sri (Ibu Dodi)
Di tengah
padatnya perkampungan di pinggir kota, tersimpan sebuah rumah kecil yang
temboknya terbuat dari anyaman bambu dan digerogoti ribuan rayap - rayap kecil.
Atap yang sudah bolong di sana sini yang sanggup untuk menghalau teriknya Sang
Raja Siang dan menghalau dinginnya terpaan air hujan. Dalam rumah yang sesak
dan pengap itu tinggallah seorang penjual seblak Bandung bersama istri dan satu
putranya.
Di kala suatu
sore, Astin, istri penjual seblak itu dagang di sebelah SMK Negeri 1 Lemah
Abang. Pembeli datang, lalu Astin mengayunkan pisau kecil yang tajam di
genggamannya yang erat. Dipotongnya satu per satu tumpukan kol itu. Astin memberi
kerupuk, makaroni atau baso dan sosis ke dalam penggorengan yang berisi Zaitun.
Di sela - sela menunggu seblak tersebut masak, Astin menyiapkan serofom dan
meletakkannya di meja.
Sementara
itu, dalam sebuah bilik kecil terlihat Rio sedang membaca buku untuk
mempersiapkan Ulangan Nasional yang akan dimulai lima hari lagi. Hanya selang
beberapa menit, Rio meletakkan bukunya dan berdiri. Dia berjalan mondar mandir
dibilik tersebut. Anak semata wayang di keluarga itu terlihat sangat bingung.
Bukan karena materi pelajaran yang dibacanya, namun ternyata karena siang tadi
dipanggil oleh guru di sekolahnya. SMK Negeri 3 Lemah Abang tempat sekolah Rio,
berlakukan pengaturan bahwa siswa tidak boleh mengikuti Ulangan Nasional jika
administrasi belum lunas. Ya, memang Rio belum membayar beberapa buku disemester
2 ini. Maka dari itu ia dipanggil oleh guru, supaya membayar. Jika ditotal
mungkin sekitar Rp 450.000,00 tapi, tak tega rasanya Rio meminta uqng kepada orang
tuanya, itulah yang membuat dia bingung. Akhir - akhir ini, keuangan keluarga
tersebut memang menurun , apalagi sebentar lagi akhir bulan, sehingga keluarga tersebut
harus membayar tagihan listrik dan tagihan air. Sementara orang tua Rio hanya
penjual seblak. Keuangan yang didapat tak seberapa. "Haaaaaaaaahhhh....
!" Rio menghela napas panjang. Akhirnya Rio memutuskan untuk mencari
penghasilan sendri.
"Aku
harus melakukan apa ?" gumamku.
"Aha,
aku tau, apa yang harus kulakukan, untuk mendapat uang." Astin menghapiri
kamar Rio.
"Rio
kamu sedang apa di dalam,kok kamu bicara sendiri ?" tanya Astin
" Hehehe....
Aku nggak papa kok Bu."
Keesokan hari, Rio menjadi kuli bangunan tanpa
sepengetahuan orang tuanya. Sehari dia mendapatkan Rp 50.000,00 selama 4 hari
hanya terkumpul Rp 200.000,00 dan apa yang dia kerjakan, ternyata masih kurang.
Kebijakan sekolah ternyata menghargai usaha Rio, dan ia diperbolehkan untuk
mengikuti Ulangan Nasional. Syaratnya setelah selesai Ulangan Nasional, dia
harus melunasi Administrasi. Hasil Ulangan Nasional pun dibagikan, Rio
mendapatkan nilai tertinggi di antara teman - temannya, Rio memberi kabar
gembira ini kepada orang tuanya.
"Ibu
... ibu.. lihat deh aku mendapatkan nilai tertinggi."
"Alhamdulilah,
ibu bangga sama kamu, Nak," Astin menangis karena terharu.
"Ibu ...
tenang aja yah.. aku yakin, aku bisa menjadi anak kebanggaan ibu."
"Makasih
yah, Nak, ibu percaya itu," dengan pelukkan yang erat.
Rio harus
mencari penghasilan lagi untuk melunasi tunggakkan sekolah. Sepulang sekolah,
Rio langsung ke tempat dia bekerja (kuli bangunan), salah satu temannya,
melihat Rio sedang menjadi kuli bangunan, dan Dendi menghina Rio.
"Hahaha..
Rio, loe emang pantas jadi kuli bangunan. Udah miskin, cupu lagi haha... kasian
banget sihh hidup loe," dengan bertepuk tangan.
"Heh..
maksud loe apa! Biarin, gua jadi kuli bangunan, dari pada loe anak Mami, udah nganggur,
dan bisanya minta sama orang tua mulu," dengan perasaan kesal.
"Sudah
sudah, jangan bertengkar !" kata mandor.
Dendi pun pergi,
Rio langsung melanjutkan pekerjaannya. Matahari pun terbenam , Rio pulang dengan memakai baju seragamnya itu. Astin
belakangan ini bingung dengan anak semata wayangnya, karena setiap hari Rio
pulang sore.
"Assalammualaikum,
aku pulang... "
"Waalaikummussalam,kok
kamu baru pulang, Nak ?" tanya Astin.
"Iya.
Bu. Tadi aku kerja kelompok dulu."
Rio terpaksa
untuk berbohong kepada Astin, karena dia tak mau Astin mengetahui, kalau dia
menjadi kuli bangunan. Selama 1 minggu, Rio sudah memgumpulkan uang sebesar
Rp350.000,00. jumlah yang harus dibayar Rp 450.000,00 namun Rio baru membayar
Rp 200.000,00 lalu sisanya sebesar Rp 100.000,00.
"Alhamdulilah..
akhirnya uang hasil kerja ku terkumpul juga."
"Heeeemmm..
sebenernya aku ingin mengasih uang ini kepada ibu, tapi aku takut, ibu bertanya
sama aku." Gumam ku.
Keluarga
kecil ini memang sedang membutuhkan uang. Dan penghasilan mereka belum menutupi
segalanya. Tetapi mereka tetap sabar dan tawakal, dan mereka tidak akan
menyerah walaupun banyak rintangan yang harus mereka hadapi. Mereka percaya
kalau Tuhan sayang kepada mereka dan di balik kesengsaraan pasti ada
kebahagiaan. Astin pun menyiapkan makan malam hari. Tak selang beberapa lama, hujan
deras pun turun disertai halilintar dan guntur.
"Duuuaaarrr
!" suara guntur mengagetkan Astin dan Rio yang tengah bersiap - siap
makan.
Namun
keduanya tetap bersyukur, karena masih diberi santapan yang bisa mengisi perut
mereka. Baru beberapa suapan, tiba - tiba saja lampu bohlam di atas meja makan
berkedip - kedip dan mati.
"Apa
kita belum membayar tagihan listik ?" tanya Astin kepada Rio.
"Tidak,
Bu. Ini baru tanggal 20,?" jawab Astin, seolah tahu arah pembicaran ibunya.
"Mungkin
karena hujan, listrik mati. Aku mau lihat depan dulu," sambung Rio. Rio
pun berjalan menuju pintu depan.
"Iya,
Bu. Satu kampung listriknya padam."
Detik demi
detik, menit demi menit. Hingga beberapa jam pun berlalu. Hujan belum reda,
guntur dan petir belum berhenti, lampu pun masih padam. Rio kelihatannya sudah
mulai mengantuk, karena hari semakin malam. Astin masih di ruang makan, Rio
berjalan menuju bilik kamarnya dan bergegas tidur supaya besok bisa belajar
disekolah tanpa mengantuk. Matahari pun terbit menyinari bumi, Rio merasa
bingung karena ayahnya tidak pulang ke rumah, akhirnya Rio bertanya kepada
Astin.
"Bu,
ayah kemana sih, kok aku beberapa hari ini tidak melihat ayah ?"
"Ayah
sekarang ada di rumah saudara kembarnya, untuk berjualan. Kata kakak kembarnya,
disitu tempat strategis," jawab Astin jelas.
"Pantas
saja, aku tidak melihat ayah belakangan ini."
Menjelang sore,
tiba - tiba terdengar suara gedoran pintu dari luar. Astin merasa bahagia, dia
pun membuka pintu. Astin memandangi laki - laki di depannya. Awalnya Astin
mengira kalau dia adalah suaminya, tetapi setelah Astin melihat lagi ternyata
dia adalah saudara kembar dari suaminya, namanya Rudi. Rudi mengatakan bahwa
adik kembarnya, yang bernama Redo sedang ada di rumah sakit, karena tadi malam
tertimpa pohon yang tumbang disamabar petir. Rudi pun membawa Astin dan Rio ke
rumah sakit Redo dirawat. Mereka pun sampai di rumah sakit, Redo ternyata tidak
apa - apa, hanya beberapa goresan dan memar di kaki kirinya. Astin dan Rio pun
pulang ke bilik kecil itu. selama di perjalanan.
"Asik....
ayah bisa berkumpul lagi bersama kita," ujar Rio.
Sesampai di bilik, Redo kemudian memberi uang kepada anaknya
dan Astin, untuk membayar buku pelajaran.
"Kok
ayah tahu ? Aku kan belum bilang ke Ayah ?" tanya Rio dengan heran.
"Ayahkan
tahu kalau kamu akan menghadapi Ulangan Nasional, jadi sudah pasti semua Administrasi
harus lunas. Ngomong - ngomong kamu nggak sekolah ?"
"Inikan
hari minggu, Yah!"
"Ohiya,
ayah lupa, kalau ini hari minggu." Dengan rasa malu.
"Ayah
sudah makan belum ?" tanya Astin.
"Belum,
bikinkan ayah teh manis saja, Bu."
"Ya,
sudah."
Seiring
waktu berjalan, Rio lulus sekolah dan dia memutuskan untuk langsung bekerja.
Karena, kalau Rio melanjutkan kuliah, keluarganya tidak akan sanggup untuk
membiayai dia. Akhirnya dia berfikir untuk bekerja sebagai penjual siomay.
"Siomay
! Siomay ! Siomay enak ! Dijamin tanpa boraks !" terdengar suara fals dari
seorang pemuda tampan yang menjual siomay yaitu Rio.
Datanglah seorang bapak - bapak yang tergopoh - gopoh
memanggil Rio.
"Rio !
Rio ! Tunggu ! itu rumah kamu !"
"Rumah
saya kenapa, Pak?" jawab Rio terkejut.
"Itu
rumah kamu kebakaran."
"Apa
!!! Kebakaran.. ya sudah terima kasih ya pak, sudah memberitahu saya." Rio
pun bergegas pulang ke bilik kecilnya itu.
Pada saat Rio
melihat biliknya, ternyata biliknya sudah tak berbentuk rumah lagi. Dan si jago
merah pun sudah menelan nyawa ibu dan ayahnya itu, ia sekarang menjadi anak
sebatangkara. Ia terpaksa harus menghidupi dirinya sendiri dengan berjalan
siomay. Keesokkan harinya, seperti biasa ia kembali berjualan. Dan seperti yang
sudah ia janjikan, ia mampir ke rumah Ibu Tari di kompleks Perumahan Sumber
Asri.
"Siomay
! Siomay ! Siomay enak ! Dijamin tanpa boraks !" teriak Rio yang tak
disambut oleh siapapun.
"Siomay,
Bu ?" ulang Rio.
"Siomay
mas Rio !" teriak salah satu seorang ibu dari kompleks Perumahan Sumber
Asri yang memang sudah menjadi langganannya sejak masih baru berjualan.
"Biasa,
Bu ?" tanya pemuda itu.
"Iya
dong, kaya biasanya aja. Nggak pake pare, terus sambelnya yang banyak."
Jawab Ibu Tari.
"Oke, Bu.
Bentar ya," jawab Rio.
"Ini,
Bu. Siomaynya."
"Berapa
Mas ?" tanya Bu Tari.
"Biasanyalah,
Bu. Rp 5.000,00 aja," jawab Rio.
"Nih
makasih ya. Oh iya, besok jangan lupa kesini lagi ya."
"Oke,
Bu. Keliling lagi Bu," pamit Rio.
"Ya !
semoga cepet laris ya Mas !" sambung Bu Tari.
"Amiinn."
Rio mengamini.
Rio kemudian pergi dari tempat Ibu Tari dan kembali melanjutkan
berjualan.
Jam sudah
menujukkan pukul 17 lebih 26 menit, tepat pada saat itu pula dagangan siomay
Rio sudah habis. Rio pun bergegas pulang ke tempat ia tinggal. Hidup sebatangkara
memanglah terasa sulit. Apalagi bagi seorang Rio yang tak memiliki apa - apa
semenjak kebakaran yang menelan nyawa ibu dan ayahnya . Rio pun bertambah
dewasa. Beberapa tahun kemudian, ia memang sudah menekuni pekerjaan ini lumayan
lama, tepatnya sekarang ia berusia 20 tahun.
Tiga tahun
telah berlalu, banyak sekali perubahan yang Rio alami. Siomay milik Rio kini
sangat pesat. Pada akhirnya Rio membuka warung siomay yang besar dan memiliki
cabang dimana - mana. Kini Rio sudah menjadi bos penjualan siomay yang memiliki
1024 karyawan. Akhir - akhir ini Rio sedang menyukai seorang gadis yang sangat
cantik yaitu Sinta. Terlihat dari pancaran mata yang berbinar saat Sinta
melihat Rio. Senyuman manis yang membuat hati Rio berdebar kencang dan sampai
membuat dia keluar keringat dingin.
Seiring
waktu berjalan, Rio memberanikan diri untuk melamar Sinta. Tetapi yang menjadi
beban Rio adalah siapa yang akan mendampingi dia pada saat ingin melamar Sinta.
Akhirnya lamaran pun berjalan secara lancar dengan ditemani oleh seorang wali
yang di wakilkan dengan pak RT serta maharnya. Menjelang beberapa hari, Sinta
dan Rio menduduki kursi pelaminan dan acara yang dibuat Rio berjalan lancar
seperti air mengalir, yang tanpa hambatan apa pun. Lalu Rio dan Sinta, menjadi
pasangan kekasih yang bahagia. Dan mereka hidup dengan rukun dan damai.
"Selamat
ya Mas, saya doakan semoga mas Rio dan mba Sinta, menjadi keluarga yang sakinah,
mawadah, warohmah," ujar Bu Tari.
"Amiiiinnnn...
Terima kasih ya Bu, atas doanya," pemuda itu mengamini.
"Iya
sama - sama Mas Rio."
"Terima
kasih ya, Bu," sambung Sinta.
Seminggu
kemudian, Rio dan sudah mempunyai rumah sendiri. Dan mereka bekerja sama untuk
menangani warung siomay yang besar itu. Warung tersebut kini maju pesat. Usaha
Rio selama ini yang ia geluti, akhirnya sukses dan lancar. Waktu pun terus
berputar, kemudian Sinta mengalami pusing dan mual - mual, Rio pun kebingungan.
Akhirnya dia membawa Sinta ke puskesmas. Berita bahagia itu pun datang kepada
mereka. Sinta sekarang sedang mengandung buah hati yang mereka dambakan selama
ini. Rio dan Sinta pun sangat berhati - hati menjaga buah hatinya, agar di
jalan tidak ada hambatan apa pun (keguguran). Sinta selalu menjaga pola
makannya, walaupun itu agak susah untuk di ikuti, tetapi demi buah hati yang
mungil ini, dia merelakan untuk menjaga pola makannya.
"Bunda
jangn lupa jaga kesehatan ya, kamu disini aja, biar aku saja yang mengawasi warung
siomay ini." Ujar Rio dengan penuh perhatian.
"Iya,
Ayah. Lagian kan aku nggak boleh kecapean juga."
Rio bergegas
pergi ke warung sioamay nya itu. Pada waktu dia mengawasi karyawan, ternyata
ada karyawan yang kerjanya tidak benar. Uang yang tersimpan di boz kasir itu,
ternyata hasilnya tidak sama dengan komputer.
"Dodi,
kok pendapatan hari ini tidak sama dengan komputer, kenapa uang nya selisihnya
banyak ?" tanya Rio.
"Saya
tidak tahu Pak." Dengan muka pucat dan tegang.
"Kalau kamu
kerjanya benar, pasti tidak terjadi seperti ini ! Rendi coba kamu cek lagi,
barang kali ada yang belum Dodi input ke komputer," jawab Rio tegas.
"Baik,
Pak."
"Nota
dengan komputernya balance, tetapi uangnya selisih banyak Pak." Uajar
Rendi.
"Seperti
ada yang menganjal." Jawab Rio heran yang menatapi terus Dodi.
Pada saat
Rio melirik ke arah Dodi, Dodi pun langsung meninggalkan tempat kasir itu. Rio
pun merasa curiga, akhirnya dia mengikuti jejak langkahnya Dodi. Akhirnya Dodi
menemui seorang ibu - ibu tua, yang tinggal di suatu bilik yang di kelilingi
dengan barang rongsokkan. Dan dia mengeluarkan uang yang jumlahnya agak banyak.
"Assalammualaikum,
Bu?" ujar Dodi.
"Waalaikumussalam,
kamu sudah pulang, Nak." Dengan nada yang pelan dan serak.
"Iya,
Bu. Tapi aku mau kasih uang ini untuk ibu."
"Terima
kasih ya nak, kamu baik sekali. Ohiya kamu dapat uang ini dari mana ?"
tanya Sri.
Sri adalah
orang tua dari Dodi. Hidup mereka seperti hidup Rio dulu, yang tak memiliki apa
- apa dan mereka hidup di sebuah bilik yang sangat kumuh.
"Heeemm..
uang ini ku dapatkan dari hasil kerjaku sekarang, Bu," jawab Dodi.
"Sekarang
emangnya kamu kerja apa, Nak?"
"Aku
bekerja di warung siomay, sebagai penjaga kasir,"
"Oh gitu,
ya sudah kamu masuk dulu ke dalam, terus makan." Sri menjamu anaknya
dengan penuh perhatian.
Dugaan Rio
pun benar, yang mengambil uang di warungnya ternyata Dodi. Tetapi, pada saat ia
mengikuti Dodi, dan menyaksikan kejadian tadi. Ia pun berfikir, akhirnya ia
meninggalkan tempat tersebut. keesokkan hari, Rio kembali mengawasi warungnya.
Dan Rio selalu memperhatikan gerak - gerik nya Dodi. Pada saat Rio sedang mengawasi
karyawannya itu. Tiba - tiba Sinta menelpon suaminya, untuk belikan Ice Cream
Durian dan mangga arum manis di Cempaka Putih, sedangkan rumah mereka di Sentiong,
tepatnya disamping rel kereta.
"Duhh
.. ada - ada aja sih bunda tuh." dengan hati yang mengeluh.
"Orang
ayah lagi kerja. Ada - ada aja permintaan orang lagi ngidam," gumamku.
Mau tak mau
Rio harus menuruti permintaan istrinya , dan dia rela di suruh apapun, demi
janin yang diperut Sinta. Permintaan Sinta pun di kabulkan. Yang menyedihkan
lagi, ketika barangnya ada, hanya dilihat saja ! Tidak di makan sama sekali.
"Udah
belinya jauh, malah nggak di makan ! ya sudah ayah saja yang makan ini semua."
"Hehehe
maaf, Yah. Dede bayi nya seneng, soalnya permintaannya sudah di kabulkan,"
sambil mengelus - ngelus perutnya.
Di selang
beberapa menit, Rio mendapatkan laporan lagi dari karyawannya, kalau uangnya
telah hilang. Rio pun bergegas ke tempat warungnya, untuk mengatasi kondisi
seperti ini berturut - turut. Hari demi hari Rio terus menyelidiki Dodi.
Akhirnya Dodi ke tangkap basah, pada saat dia sedang mengambil uang yang ada di
kasir.. Dodi pun mengakui kesalahannya dan meminta maaf kepada Rio. Kemudian,
ia bercerita kalau uang itu digunakan untuk memenuhi kebutuhan Dodi dan Sri.
Apalagi sekarang Sri menderita penyakit Jantung. Rio memang memaklumi keadaan
dia sekarang, tetapi cara yang Dodi lakukan itu salah. "Sikap kamu yang
seperti ini, membuat warung saya bangkrut." Ujar Rio kesal.
Rio pun
membantu perekonomian Dodi. Akhirnya hidup mereka lebih baik dari pada
sebelumnya, dan Rio memberi persyaratan kepada Dodi.
"Saya
akan membantu perekonomian kamu, asalkan jangan mengulangi perbuatan seperti
itu lagi."
"Iya,
Pak. Saya tidak akan mengulanginya lagi, saya berjanji."
"Jika
janji kamu ingkari, resikonya kamu saya pecat!"
"Iya,
Pak.Saya mengerti."
Setelah selesai
masalah pertama, muncullah masalah ke dua, yaitu Sinta mengalami keguguran.
Sebabnya Sinta terjatuh di kamar mandi. Pada saat dia ingin membuang air kecil.
Sinta sudah tergeletak di kamar mandi, namun tidak ada seorang pun yang tahu.
Maka impian mereka ingin mempunyai anak hilanglah begitu saja. Sinta pun langsung
di bawa ke Rumah Sakit. Berita duka yang sangat tak dikira.
"Keluarga
Pak Rio?" ujar Dokter.
"Iya,
Pak. Saya sendiri, pak bagaimana dengan keadaan istri saya ?" kekhawatiran
terus menyelimuti tubuh Rio dan keluarga Sinta.
"Maaf
dengan sangat, istri anda tidak bisa terselamatkan, di karenakan sangat banyak
darah yang di keluarkan, jadi istri anda mengalami kekurangan darah."
Penjelasan dokter.
"Apa,
Dok !! Jadi istri saya dinyatakan meninggal dunia?" jawab Rio menangis.
"Kurang
lebihnya seperti itu, Pak. Bapak yang sabar ya."
"Innalillahi
wainnailaihi roziun, kamu kenapa cepat sekali meninggalkan aku, bunda... "
Rio berserah diri kepada yang Maha Kuasa.
Kini hidup Rio
tak berwarna lagi, tak seperti waktu dulu ada Sinta yang mendampinginya. Saat
ini Rio sering sekali melamuni Sinta. Dia merasa hidup ini tak adil. "
Kenapa kau ambil nyawa istriku Ya Rob, kenapa tidak aku saja yang kau
ambil." Rio pun sering murung memikirkan Sinta. Kini tak ada lagi yang
mendampingi dia seperti semula. Dan status Rio sekarang menjadi seorang dua.
COMMENTS